Tidak Penting apapun Agama atau sukumukalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orangorang tidak pernah tanya apa agamamu"KH. ABDURRAHMAN WAHID / GUS DUR(Presiden RI ke 4)
Perspektif - Sesat, kafir, bid’ah, calon penghuni
neraka !!!,. Kira-kira kalimat seperti itulah yang sering kita dengar dan tentu
saja itu diperuntukkan untuk ummat muslim yang dilafadzkan oleh saudara sesama
muslim itu sendiri, tidak jarang penulis mendengar kalimat judge seperti bahkan
dari ceramah para pendakwah di Mimbar Jum’at, karna memang gerakan mereka merebut
struktur mesjid-masjid secara pelan-pelan setelah itu mereka mengkafir-kafirkan
ummat Islam itu sendiri yang sebelumnya para wali-wali/ulama-ulama terdahulu
kita menggunakan masjid untuk mengislamkan masyarakat.
Dengan maraknya dan semakin kencangnya
nada propokatif yang dihembuskan oleh kelompok-kelompok Islam Radikal di
Indonesia termasuk di daerah kita ini, Provinsi Sul-Bar, namun dalam hal ini
penulis tidak sedang ingin membahas tentang dalil-dalil dengan mengutip
wahyu-wahyu Allah yang disampaikanNya kepada Kekasih-Nya, Rasulullah SAW serta
sabda-sabda Nabi Muhammad (sallallahu alaihi wasallam). Apa lagi tentang
siapa sebenarnya yang akan menjadi penghuni surga-Nya karna surga adalah
milik-Nya maka penulis tidak perlu merampas hak mutlakNya untuk menentukan apa
lagi memastikan orang lain masuk surga atau neraka. Penulis hanya mencoba
mengamu huruf demi huruf, tentang ancaman kita sebagai bangsa dalam persoalan
kompleksitas, sebagaimana yang kita ketahui bahwa telah banyak beredar baliho,
spaduk dan pamflet-pamflet tentang negara Islam yang katanya jawaban atas
ketidak adilan, dan beragam persoalan yang tengah kita hadapi sebagai nation of
state, padahal mereka tidak sadar bahwa kehadiran merekapun salah satu dari
persoalan kebangsaan itu sendiri yang justru adalah persoalan yang sangat
mendasar.
Pertama, Kita
perlu berhati-hati atas kaum muda/mahasiswa di kampus-kampus yang nota bane
berasal dari sekolah-sekolah umum dan kejuruan yang sebelumnya hanya belajar
Pendidikan Agama Islam yang boleh dikatakan masih sangat mendasar bahkan
beberapa dasar sekalipun belum tuntas ( penulispun termasuk :D ), yang lalu ketika disambut
oleh kelompok Islam-Islam Radikal tersebut yang juga memfokuskan ruang pijakan
kaderisasinya di kampus-kampus, maka psikologi sebagai mahasiswa baru ketika
melihat dan mendengar mahasiswa yang dianggapnya sopan dan mampu melafadzkan
dengan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an dan sabda Rasulullah beserta artinya, maka
secara sadar mahasiswa baru tersebut akan kagum dan menganggap kelompok radikal
yang berjubah kemuliaan ini adalah tempat yang benar dalam menimba Ilmu dan
memperbaiki diri.
Meski
demikian, menurut hemat penulis memang awalnya sangat berdampak positif
terhadap generasi muda khususnya para mahasiswa, karna fase awal adalah membuat
kaum muda menjadi sadar jika sebelumnya memang tidak nakal, dan menjadi semakin
baik/rajin menjalankan syariat-syariat Islam jika sebelumnya memang tidaklah
nakal, namun setelah fase kedua mereka akan mulai berani komentar kesana kemari
atas tradisi keberislaman di lingkungan keluarganya, tetangganya,
teman-temannya dst, hingga kemudian menghakimi halal haram, sementara tradisi
praktik berislam masyarakat Sul-Bar tersebut sebenarnya sudah lama dan sejak
zaman para wali-wali/ulama penyebar Islam / ajaran Islam (di sulawesi disebut
Walli Pitu, termasuk Annang Gurutta “KH. Muhammad Tahir / Imam Lapeo,
Campalagiang”) toh sejak dulu tidak pernah menjudge bid’ah, haram apalagi sesat
“Misalnya Maulid, Tahlilan (baca bongi-bongi orang meninggal), Barzanji,
Syukuran Panen Petani sawah/Nelayan dll“,. Yang lalu tiba-tiba orang yang
belajar Islam hanya dua tiga tahun lalu komentar dan menghakimi seolah-olah
paling benar dan ahlinya hanya karna menghafal beberapa potongan ayat dan hadist
yang juga belum tentu memahami Azbabun Nuzul dari ayat tersebut. Artinya kita,
keluarga, tetangga, teman-teman kita dan siapa saja, perlu hati-hati atas
organinasasi-organisasi yang mengatas namakan Islam karna jangan sampai justru
mengarahkan kekelompok-kelompok radikal sebab beberapa kelompok-kelompok Islam radikal juga cenderung menyembunyikan visinya dengan seolah-olah Pancasila
dan NKRInamun muatan ilmu pengetahuan yang
dikonsumsinya perlahan manifestonya gerakannya mengarahkan
kepadaparadigma radikalisme.
yang menurut hemat penulis salah satu ciri lembaga/organisasi
berlatar belakang Islam yang bukan bagian dari kelompok Islam Radikal tersebut
adalah biasanya berlogo bintang sembilan.
Kedua, Kalau saja kita merefleksikan dengan baik maka kita akan menemukan fakta historis yang menunjukkan
bahwa hasrat kelompok Islam radikal ini sesungguhnya pernah muncul dan diuji
coba di Indonesia tepatnya diawal-awal kemerdekaan dan sejak saat itu pula
tidak terterima di Indonesia. Hal tersebut bisa kita lihat dari bagaimana para
founding fathers (dalam hal ini PPKI) menghasilkan keputusan Rapat sbb :
22. Anak kalimat "Piagam Jakarta"
yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
a3. Kalimat yang menyebutkan “Presiden ialah orang Indonesia asli
dan beragama Islam”, seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret
kata-kata “dan beragama Islam”.
44. terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “Negara
berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”
sumber :
(
https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Penyelidik_Usaha_Persiapan_Kemerdekaan_Indonesia
)
nahh,
poin 1 dan 4 diatas menunjukkan bahwa penerapan syariat Islam secara aturan dan
atau sistem di Indonesia tidaklah perlu dan memang tidak cocok karna dalam konteks
keIndonesiaan Islam lebih penting untuk dipraktikkan dalam kehidupan
sehari-hari, dan menjadi kekuatan sosial itu sendiri “Ibarat masakan
Rendang, jangan cari kelapanya sebab kelapanya sudah melalui proses belah,
parut dst, hingga menjadi santan dan telah dicampur dengan bumbu yang lainnya,”
(mengutip kalimat Prof. Dr KH Said Aqil Siraj, Ketum PBNU). Menurut hemat
sederhana penulis, artinya bahwa Islam disini sebagai Rahmatan Lil Alamin yakni
merahmati/menyempurna seluruh alam bukan datang dan membumi hanguskan yang
sudah ada, nah kembali soal kita merumuskan dasar
negara yang berasal dari berbagai macam etnik, agama yang bahkan ada
keterwakilan dua Ulama tersohor Indonesia yaitu KH. WAHID HASYIM dan H. AGUS
SALIM, kedua Ulama ini yang bukan hanya Tokoh Islam yang paham Kitab tetapi
juga turut serta dalam perjuangan merebut kemerdekaan serta mendidik kaum mudah
untuk melawan dan mengusir penjajahan.
Artinya kehadiran kelompok-kelompok Islam Radikal yang begitu
kencang dan lumayan kreatif dalam membangun propaganda-propaganda tentang
Khilafah Islamiyah di Indonesia termasuk di daerah Sulawesi Barat ini, selain
menjadi tantangan tersendiri bagi kita sebenarnya juga adalah sesuatu hal yang
menurut istilah kawan-kawan saya adalah jebakan masa lalu yang sebenarnya telah
dilalui karna NKRI sudah final dan itu harga mati !!!.
Penulis
: Fajar