Tahukah kita semua, kalau kota-kota di Australia mengambil keputusan jam malam yaitu Pkl. 17.00? Ya, jadi semuanya toko serta kantor harusnya bubar jalan mulai sejak jam
lima sore. Di kota besar, memanglah juga akan senantiasa ada restoran atau klub
yang buka sampai larut malam, tetapi pastinya untuk tidak pada kebanyakan orang.
Umumnya
keluarga disana, bisa nikmati makan serta bermain-main atau mengobrol saat
sebelum tidur.
Jika
dibandingkan kota-kota besar di Indonesia, kelihatannya tidak miliki kebijakan
demikian. Adalah hal lumrah bila kita lihat anak-anak masih tetap berkeliaran
di pusat perbelanjaan sampai malam. Serta demikian banyak pekerja yang
menggunakan waktu saat di kafe, sambil menanti macet.
Demikian
halnya pasangan suami istri, yang mempunyai aktivitas masing-masing. Hadirnya
gadget juga, seperti menyempurnakan kerenggangan yang berlangsung karna
jarangnya menggunakan waktu bersama-sama.
Memanglah baik dulu atau saat ini, membina pernikahan bukan perkara gampang.
Masing-masing dengan persoalannya sendiri, walau problem keluarga, orang ke-3,
uang, sampai pekerjaan yang umumnya jadi biang keladi. Tetapi saat ini,
tantangan yang dihadapi pasangan suami-istri semakin kompleks.
Terkecuali
beberapa hal barusan, beberapa hal baru yang dapat menggoyahkan suatu
pernikahan. Sosial media, pola hidup, dan siaran media massa seperti 'pupuk'
yang menyuburkan ketidakharmonisan rumah tangga.
Beginilah
bentuk masa digital, waktu kebanyakan orang terhubung lewat gadget. Reservasi
restoran untuk dinner dengan pasangan, cukup lewat aplikasi. Menghadiahi bunga
untuk istri tinggal klik situs florist, kurir lekas datang kirim bunga ke
kantor istri. Hal semacam ini memanglah praktis, serta anti repot, tetapi juga
tidak ada koneksi fisik. Telah pergi mesti lebih pagi, pulang mesti lebih
malam, ditambah semua suatu hal terhubung dengan digital semata.
"Tidak
bisa disangkal, perkembangan tehnologi malah mendekatkan mereka yang jauh serta
menghindari yang dekat" tutur Devie Rachmawati, Pengamat Sosial serta
Pengajar Komunikasi Vokasi Kampus Indonesia.
Godaan
selingkuh di masa saat ini tambah lebih gampang dibanding sebagian dekade lalu,
karna perkembangan tehnologi komunikasi. Saat ini, buka saja situs sosial
media, iseng-iseng bercakap dengan rekan lama, nyatanya nyambung serta
berlanjut. Berikut yang membuka celah terjadinya perselingkuhan.
Perselingkuhan
sendiri, biasanya bermula dari keperluan dirumah yg tidak tercukupi oleh
pasangan. Tak tahu keperluan menceritakan mengenai masalah keseharian,
keperluan untuk di perhatikan, disayangi, serta yang lain. Karna tidak
tercukupi, mereka mencarinya diluar. Bila persoalan ini tidak lekas dikerjakan,
rumah tangga juga akan bubar, ada atau tidaknya tehnologi.
Devie
mencontohkan, penelitian di sebagian negara mengatakan, kesibukan seorang di
sosial media digunakan jadi bukti dalam sidang perceraian. Satu diantaranya di
Italia. Menurut The Italian Association of Matrimonial yang ditulis
independent.co.uk, dalam 40% tuntutan perceraian, pembicaraan seorang lewat
WhatsApp jadikan bukti ketidakjujuran serta perselingkuhan.
Ketua
asosiasi itu, Gian Ettore Gassani, menyebutkan," Sosial media mendorong
orang Italia lebih gampang berselingkuh, lewat SMS, Facebook, serta WhatsApp,
mereka bertukar foto serta kalimat mesra, " tuturnya. Hal semacam ini
dibenarkan oleh Devie.
Bahkan juga menurut Devie, sosial media buat orang bisa
membina hubungan atau berselingkuh dengan 4-5 orang sekalian. Tetapi,
Devie menilainya sosial media bukanlah penyebabnya perceraian.
"Sosial
media cuma jadi katalis. Penyebabnya sebenarnya yaitu kekeringan hubungan pada
pasangan itu, " katanya.
Di
Indonesia, data Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag)
mengatakan, angka perceraian di Indonesia, dari 2 juta pasangan menikah,
15%-nya bercerai.
"Nyatanya,
yang memicu perceraian di posisi pertama bukanlah hanya problem ekonomi, tetapi
ketidakharmonisan. Ini karna tidak ada bonding emosional dan koneksi fisik
antarpasangan," terang Devie.
Contoh
satu diantara pemicunya, menurut Devie, dalam konteks kota besar yaitu
kegagalan pemerintah membuat sistem transportasi masal yang ideal. Ini buat
anggota keluarga saat ini mesti pergi lebih pagi serta pulang lebih malam.
Begitu
hubungan dengan pasangan semakin berjarak, serta saat yang di habiskan dengan
beberapa orang diluar tempat tinggal semakin banyak dibanding pasangannya
sendiri.
Emotional
bonding malah dengan orang yang lain. Setibanya dirumah, suami-istri telah
capek. "Ini buat mereka terisolasi dirumah sendiri, sampai menyebabkan
ketidaknyamanan yang menyebabkan perceraian" ungkap Devie.
Sayangnya,
Anda tidak dapat menyalahkan siapa juga, baik sosial media, ataupun kebijakan
pemerintah. Sebab pernikahan ini punya Anda serta pasangan. Bila telah mengerti
problem paling utama dari kerenggangan, tidakkah semakin lebih baik bila kita
memakai gadget dengan lebih bijak? Lantas mencari langkah supaya, Anda
sekeluarga bisa tetaplah menggunakan waktu semakin banyak, bersama.
Sumber : Kaluarga.com