Greidsmedia - Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Sulbar, Nasaruddin,
menyatakan jika pihaknya tidak pernah diintervensi oleh anggota dewan dalam
pelaksanaan paket-paket kegiatan yang berasal dari pokir (pokok-pokok pikiran)
DPRD.
Hal ini diungkapkan Nasaruddin saat menjadi saksi pada lanjutan sidang di
Pengadilan Tipikor Mamuju, dalam perkara dugaan tindak pidana Korupsi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) tahun
2016, hari Selasa pekan ini.
Setelah beberapa saksi turut ambil bagian dalam memberikan keterangan di
pengadilan tipiko, kini giliran beberapa kepala OPD (organisasi perangkat
daerah) di lingkup Pemprov Sulbar. Salah satunya adalah Kepala Dinas PUPR
Sulbar Nasaruddin yang mendapat giliran menjadi saksi pada pekan ini bersama
mantan Kepala Dinas Pendidikan Sulbar Muzakkir Kulasse.
Dalam keterangan yang disampaikan oleh Nasaruddin, terungkap fakta dalam
persidangan bahwa keempat terdakwa yakni Andi Mappangara, Hamzah Hapati Hasan,
Munandar Wijaya, dan Harun tidak pernah melakukan intervensi terhadap Dinas
PUPR dalam pelaksanaan paket-paket proyek pada tahun anggaran 2016.
"Tidak ada, tidak pernah terdakwa menghubungi saya," Ujar
Nasaruddin menjawab pertanyaan dari JPU (Jaksa Penuntut Umum).
Pengacara dari terdakwa Harun, memperjelas kembali keterangan saksi.
"Apakah ada dari salah satu terdakwa atau anggota DPRD pernah menemui
saudara saksi, menelepon atau membuat catatan dan menyuruh orang yang intinya
mengarahkan pihak atau orang tertentu untuk mendapatkan paket kegiatan yang
berasal dari pokok pikiran DPRD di dinas PUPR pada tahun 2016?" tanya
pengacara terdakwa Harun.
"Sama yang saya katakan tadi, sama sekali tidak pernah," jawab
Nasaruddin.
Salah seorang JPU kembali memberikan pertanyaan, "Apakah semua
pokir-pokir ini setelah dijalankan itu semua tuntas dilapangan?"
"Semua tuntas Pak, Semua selesai," Kata Nasaruddin.
Terdakwa Hamzah Hapati Hasan juga diberikan kesempatan oleh majelis hakim
untuk memberikan pertanyaan kepada saksi. "Apakah semua kegiatan yang
sudah dilaksanakan di dinas PUPR sudah dipertanggungjawabkan dan punya dasar
hukum?" tanya Hamzah.
Nasaruddin pun menjawab bahwa semua kegiatan yang telah dilaksanakan pada
tahun anggaran 2016 jelas sudah dibuatkan laporan pertanggungjawaban dan sudah
ada perda-nya.
Terdakwa yang lain, Munandar Wijaya, juga mendapat kesempatan untuk
bertanya kepada saksi. "Apakah dari kegiatan yang saudara telah jalankan
di dinas PUPR tahun 2016 ada masalah di lapangan, ada temuan kerugian negara
dari BPK atau inspektorat?" tanya Munandar.
Nasaruddin menjawab, "Semua kegiatan yang telah berjalan itu selesai,
tidak ada dampak kerugian yang timbul. Hasil audit BPK terhadap APBD Sulbar
tahun 2016 tidak ada kerugian negara, hasil audit WTP."
Munandar pun melanjutkan pernyataan yaitu dalam pelaksanaan selaku kuasa
pengguna anggaran, apakah secara administrasi penentuan pihak yang mengerjakan
paket penunjukan langsung di dinas PUPR sudah sesuai prosedur atau aturan.
Nasaruddin pun menjawab bahwa sama sekali tidak ada masalah, semua sesuai
dengan prosedur dan aturan.
Terdakwa Harun pun turut mempertanyakan tentang pelaksanaan kegiatan di
dinas PUPR apakah sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh dinas tersebut.
Nasaruddin menjawab, "Semua yang telah selesai dilaksanakan itu
kewenangan. Yang bukan kewenangan tidak kami jalankan."
Keterangan yang diberikan oleh Nasaruddin dalam persidangan berbeda dengan
keterangan yang diberikan saat diperiksa oleh jaksa penyidik Kejati Sulselbar
beberapa waktu lalu. Olehnya itu, Nasaruddin secara terbuka menyampaikan kepada
ketua majelis hakim agar dapat merevisi redaksi BAP (Berita Acara Pemeriksaan)
yang menyebutkan bahwa anggota DPRD yang menentukan penunjukan langsung.
"Saya tidak pernah bilang begitu yang mulia. Yang saya sampaikan pada
saat diperiksa jaksa waktu itu bahwa ada orang-orang yang mengaku orang dari
anggota dewan untuk dapat paket penunjukan. Tetapi saya tidak tahu apakah itu
benar orangnya anggota DPRD atau bukan" Ungkap Nasaruddin. (**)