Topoyo, (Sumber Foto : Pesona Indonesia) |
Sejarah Topoyo Mamuju Tengah, atau sebutannya Ngapaboa , Topoyo lahir dari sebuah
peristiwa yang dibubuhi aroma mistik, dimana seorang pemuda merantau dari
kampun Kaili (Sulawesi Tengah) yang bernama Oiyo, pemuda ini merantau kerena
ada pertarungan dengan saudaranya sendiri yang bernama Oili.
Baca
juga Tentang Topoyo : Sejarah Bagi Polsek Topoyo dan Masyarakat Sekitar
Oili
ini adalah kakak dari Oiyo yang mencoba merebut istri Oiyo yang terkenal sangat
jelita, putri keturunan dari bangsawan negri mandar. Suatu hari Oili dan Oiyo
mencari ikan disungai untuk lauk makan nanti. Ketika ingin berangkat Oili
pura-pura sakit perut dan mengatakan pada Oiyo bahwa ia tak dapat ikut
dengannya, Oiyo pun berangkat tanpa ada yang menemaninya. Oiyo pun tiba pada
tempat dimana dia biasa memancing dan mendapatkan ikan.
Tapi
aneh hari ini seolah ikan ikan telah kenyang dan tak tertarik pada umpan lezat
yang diberikan Oiyo, tengah putus asa Oiyo menganti umpan agar lebih segar dan
berharap ikan mau untuk memakannya, dan hasilnya seekor ikan dapat, betapa
gembiranya hati Oiyo menarik pancingnya yang berat karna ikan diujung kailnya
berontak. Saat ikan itu itu berada ditangannya, ikan itu berbicara layaknya
manusia dan Oiyo kaget bukan main.. ikan ini berkata “jangan membunuhku, aku
akan memberikan sesuatu yang kelak akan sangat berguna untuk keturunanmu”
dengan kesungguhan dan suara yang penuh harap. Oiyo menjawab apa yang akan kau
berikan padaku?? Secara ajaib keluarlah dua benda dari mulut ikan itu, jarum
emas dan parang dengan ukuran kecil. (saat ini , benda bersejarah ini berada
pada seorang tokoh adat yang dirahasiakan untuk menjaga kesakralannya). Dengan
penuh rasa terima kasih Oiyo melapaskan ikan itu, dan bergegas pulang
kerumahnya. Setibanya dirumahnya betapa kagetnya Oiyo mendapatkan istrinya
menangis,iya pun bertanya “ ada apa istriku sayang? Kenapa engkau manangis?
dengan tersedu-sedu Istrinya menjawab “ sayang kita harus pergi dari kampung
terkutuk ini, kakakmu Oili mencintaiku dan dia akan membunuhmu agar dia bisa
memiliki-ku. Oiyo yang mendengar itu mendidih darahnya karena amarah, dan serta
merta parang tadi berubah menjadi besar dan dengan amarahnya iya berteriak
mencari kakaknya Oili dan menemukannya di belakan rumah, dan terjadilah
pertarungan antara kakak dan adik ini, ketika sedang terjadi pertarungan istri
Oiyo ini mucul dan teriak “ berhenti….!! Berhenti….!! Dan dia melanjutkan,
karena kalian bertarung karena saya, saya kan pergi dari kampung ini sebab saya
tidak mau diantara kalian terjadi pertumpahan darah dan mengotori kesucian
kampung ini, siapa yang ingin ikut denganku maka dia berhak memilikiku”. Sambil
menjauh meninggalkan dua saudara yang sedang bertarung. Oiyo yang memang
suaminya ikut dengan perempuan ini.
Dalam
perjalanan, mereka tak tahu harus kemana. Mereka pun hanya mengikuti matahari
dan sampailah mereka pada sebuah kampung yang bernama Tangkou Budong-budong
yang menjadi wilayah kerajaan Mandar (yang kelak memberikan tempat tinggal Oiyo
dan istrinya Yang sekarang dikenal bernama To Oiyo atau TOPOYO).
Setelah
diberikan tempat tinggal (sekarang bernama kampung tua terletak dibenteng kayu
mangiwang) oleh kepala suku tangkau, maka tinggallah Oiyo bersama dengan
istrinya dikampung itu dan membangun peradaban yang kebiasaan budayanya sangat
dipengaruhi oleh budaya Kaili (Sulawesi Tengah). Contoh TAPPUMOSE, (pesta panen
Suku Kaili)
Konon,
kerena janji ikan ajaib yang yang dikenal dengan nama ikan mangiwang oleh orang
topoyo, (ikan mangiwang ini tidak boleh dimakan oleh orang topoyo) maka Oiyo
dapat mempengaruhi kepala suku Tangkau yang menjadi peradaban tertua untuk
orang pinggiran sungai (to salu), Oyio diberikan kepercayaan untuk memimpin
perlawanan terhadap serangan orang-orang pesisir pantai (Babana) yang selalu
berusaha mengambil hasil bumi orang-orang Tangkau.
Ketika
terjadi perang yang besar antara Babana dan Tangkou, sebagian orang-orang
Tangkau yang menjadi prajurit yang dipimpin Oiyo takut dan melarikan diri ke
Gunung (sekarang Gunung ini bernama Gunung Rea) orang yang lari karena takut
ini dikenal dengan nama Topimbuni (todapa nanggabuni = orang sembunyi) untuk
bersembunyi yang akhirnya membuat Tangkau kalah dalam peperangan. Melihat
kondisi dan ketidak setian prajurit ini akhirnya Oiyo mengumpulkan prajurit
yang masih setia dan yakin akan kemenangan disebuah tempat yang bernama Benteng
Kayu untuk mengatur strategi dan mengucapkan Ikrar yang sekarang dikenal Ikrar
Pittu Anaku, Pittu Susun Langi’ku, pittu susun tanahku..
Setelah
mengucapkan sumpah itu, maka Oyio kembali melakukan perlawanan terhadap Babana,
ketika terjadi perang lagi-lagi banyak prajuritnya yang notabonenya berasal
dari Tangkau dan melarikan diri untuk bersembunyi digunung (kelak bernama To
Rea yang artinya Penakut) catatan: orang-orang Rea tidak mengakui ini dan
menutupi sejarah dengan mengangkat peristiwa pelarian orang-orang Badak (dari
daerah Hulu sungai Sampaga) sebagai asal dari mereka. mereka pun memberi nama
wilayah mereka TOBADAK artinya Orang-orang Badak.
Melihat
kenyataan bahwa banyak prajurit dari pasukan yang dipimpin oleh Oyio ini lari
karena takut menghadapi pasukan Babana maka Oyio menyatakan Sumpah bahwa
Keturunannya tidak akan mengakui keturunan dari tangkau sebagai Saudarahnya.
Mendengar sumpah ini kepala suku Tangkau marah dan menyatakan perang terhadap
Oiyo dan pengikutnya, terjadilah perang dan dimenangkan oleh Oiyo. Dengan
semangat kemenangan ini dan bertambahnya pasukan Oyiyo, Oiyo melakukan lagi
perang terhadap Babana dan sebelum kemenagnan diraihyan Oiyo menancapkan jarum
Emasya ketanah dan berkata: kutana ammasku, kutana ea;ku.. artinya babana hanya
bisa kalahkan saya (Oiyo) jika dia telah menemukan Emas yang kutancap ini.
akhirnya kemenangan menjadi milik Oiyo dan pengikutnya.
Begitulah Sejarah Topoyo ini ada..!! kebenaran dari sejarah ini terbukti dengan kenyataan yang
ada hari ini.. Bendera kemenangan topoyo yang berwarna kuning dan berlambang
kelabang dikibarkan..
Kurri-Kurri:
Nyanyian kegembiraan didendangkan, genderang bertabuh terdengar hingga kepuncak
gunung Rea dan tarian Pammose pun dilangsungkan. Topoyo bersuka ria dengan
kemenagan ini..
Kesejahtraan
kini milik rakyat topoyo dan benih kedamaian ditanam dibumi topoyo dan babana,
hingga waktu pun berlalu.
Namun
benih itu tak mampu tumbuh subur, babana dengan kelicikan pembesar-pembesarnya
ingin memulihkan rasa sakit atas kekalahannya dari oioyo/Topoyo. Dia pun
melakukan kerja sama dengan Bangsa asing yang ingin melakukan Taman paksa
(rempah-rempah) saat ini dapat ditemukan bekas kebun anak pribumi yang
dipekerjakan bangsa asing dikaki gunung tanasi. Karena kerja sama babana ini
akhirnya Topoyo dapat dikuasai untuk melumpuhkan kekuatan Topoyo maka,
dibakarlah topoyo. Peristiwa ini kemudian diabadikan dalam syair lagu oiyo:
Ngapa-ku Na Boa, mangiwangku na bandu, hema koi ma rubu talli pambahifua?
Rapa
ndolu manu na bikka, ohe nasihafu pammaseno, kelor narattu katufua no.. nasara
nyamaku kasina.. Artinya: Negeri/kampungku
terbakar, karena bentengku yang patah/Rubuh, siapa yang melanggar sumpah darah
saudara? Akan
pecah Seperti telur ayam yang pecah, terhambur bagaikan beras reskinya, seperti
daun kelor berjatuhan hidupnya, Sakit hatiku memikirkannya. Sesuai sumber
: hasrulhakimhati.wordpress.com