Gambar Foto Benteng Kayu Mangiwang Mamuju Tengah. (Sources : Kredibilitas Media)
|
Kapal Putih tersebut membawa Maradika Pua'
Aji dan Ada' Pitu berlayar sampai ke Tanjung Rangas dan disanalah Belanda
menyodorkan Surat Perjanjian (Korte Verklaring) yang isinya "BALINNA
BALANDA BALIKKUTO'" dengan huruf Lontar. Kemudian Belanda bersedia
menggaji Maradika Pua' Aji dan Ada' Pitu dengan syarat "Semua senjata
kerajaan harus diserahkan kepada Belanda" Mulai pada saat itu Maradika
Mamuju dan Ada' Pitu resmi menjadi Zelef Bestuur dibawah kekuasaan Belanda.
Setelah Pangulu dan Matoa dipanggil oleh Maradika untuk menyerahkan senjata
kerajaan kepada Belanda, maka Pangulu sebagai Panglima Perang kerajaan bersama
Matoa sama sekali tidak menyetujui untuk menyerahkan senjata tersebut.
Maka
Pangulu dan Matoa meninggalkan Maradika dan Adat Mamuju menuju Budong-Budong
dengan mengangkut semua senjata dan peralatannya, lalu mendirikan benteng
pertahanan di Kayu Mangiwang kira-kira 10 Km dari pantai Ba'bana Budong-Budong
dan mereka nekad untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah Belenda dengan
Benteng Kayu Mangiwang sebagai markasnya pada saat itu dan sekarang pun bernama
Benteng Kayu Mangiwang.
Jadi
yang sebenarnya membangun Benteng Kayu Mangiwang adalah Pangulu dan Matoa yang
kemudian dilanjutkan dan dimotori oleh 5 serangkai, yaitu :
1.
Pattolo'bali (Pattolo' Lipu)
2.
Daenna Macirinnae
3.
Parimuku
4.
Mantaroso' Pattana Bone
5.
Andi Mattona'
Lima
serangkai ini bersama dengan Pangulu dan Matoa yang lebih menyempurnakan
pembangunan Benteng Kayu Mangiwang dan dilengkapi dengan peralatan perang
secukupnya. Setelah mereka merasa bahwa benteng tersebut sudah lengkap, baru
mereka menghubungi Pitu Ulunna Salu untuk meminta partisipasinya didalam
berjuang menentang penjajahan Belanda.
Datanglah
serombongan Pa'barani (bhs. Ind. Pemberani) dari Mambi yang dipimpin oleh Pua'
Indaya dan Pua' Labamusu' untuk bergabung dengan pasukan yang dipimpin 5
serangkai dari Kayu Mangiwang untuk dipersiapkan menghadapi serdadu Belanda.
Setelah
mereka merasa segala persiapan sudah rampung, maka Pangulu sebagai Panglima
Perang menyurat kepada pimpinan serdadu Belanda di Mamuju dan menyatakan bahwa
: "KALAU SERDADU BELANDA MAU MENGAMBIL SENJATA SESUAI YANG TERCANTUM DALAM
KORTE VERKLARING, SILAHKAN DATANG DI BENTENG KAYU MANGIWANG DI
BUDONG-BUDONG"
Berdasarkan
surat Pangulu tersebut, maka Belanda mempersiapkan satu kompi serdadu untuk
datang ke Benteng Kayu Mangiwang, yang akhirnya, semua tentara yang satu kompi
itu tewas akibat sergapan dari pasukan Benteng Kayu Mangiwang, kecuali pimpinan
pasukannya saja yang masih hidup bernama Letnan Janggu'.
Disamping
sedih Letnan Janggu' juga sangat malu dalam peristiwa itu, lalu Belanda meminta
bantuan untuk melakukan ekspedisi yang kedua. Namun ekspedisi kedua ini juga
musnah ditangan pasukan Kayu Mangiwang. Didatangkan lagi ekspedisi ketiga yang
juga mengalami nasib yang sama, dan Belanda meningkatkan jumlah pasukannya
secara berlipat ganda pada ekspedisi keempat. Namun ekspedisi keempat inipun
tidak berdaya menghadapi taktik Pangulu dkk. Pasukan Benteng Kayu Mangiwang
membuat jembatan yang menghubungkan sungai Budong-Budong dengan benteng dan
setelah Belanda menyeberang jembatan tersebut dirobohkan dan serdadu Belanda
tenggelam di sungai.
Lama
berselang, Belanda tidak menyerang lagi Benteng Kayu Mangiwang dan pada
akhirnya merencanakan ekspedisi kelima dengan menggunakan tentara pilihan
mereka yang bernama MARSOSE. Pasukan Marsose ini menyerang Benteng Kayu
Mangiwang dari belakang melalui Lu'mu'. Pasukan Marsose mengambil seorang
rakyat di Lu'mu' untuk dijadikan penunjuk jalan. Dini hari menjelang Subuh,
mereka tiba di Benteng Kayu Mangiwang dan mulai bertempur sehari suntuk.
Menjelang
tengah hari, Marsose menghentikan perang untuk beristirahat. Sementara
istirahat, Pattolo' Lipu bersama-sama dengan beberapa anggota pasukan
membersihkan mayat-mayat yang sudah berbau busuk bergelimpangan disekitar
benteng dan dibuang ke sungai. Berbarengan dengan itu, Pattolo' Lipu menemukan
sebuah terompet mengkilap bagai emas lalu diambilnya dan diperlihatkan kepada
kawan-kawannya. Mungkin Pattolo' Lipu terangsang oleh jiwa mudanya karena di
antara 5 serangkai, Pattolo' Lipulah yang paling muda, sehingga ia selalu ingin
membunyikan terompet itu, tapi dilarang oleh kawan-kawannya. Namun diam-diam
Pattolo' Lipu keluar dari pintu lalu membunyikan terompet tersebut dengan bunyi
yang tidak karuan. Akibatnya serdadu Marsose serentak tiba-tiba menyerang masuk
ke benteng karena disangkanya tukang terompetnya dalam keadaan gawat,
Pertempuran yang terjadi secara tiba-tiba itu berlangsung sengit dan tidak
terkendali, mengakibatkan Daenna Macirinnae gugur dalam pertempuran ini, dan
sekitar pukul 16.00 jatuhlah Benteng Kayu Mangiwang ditangan serdadu Marsose
Belanda.
Pattana
Bone bersama Pa'barani dari Mambi yakni Pua' Indaya dan Pua' Labamusu' sempat
meloloskan diri dan berjalan terus tembus ke Kombiling dan Kamansi terus naik
perahu menuju Pulau Karampuang dan bersemubnyi disana. Sedangkan dua Pa'barani
dari Mambi, Pua' Indaya dan Pua' Labamusu' berjalan terus menembus hutan dan
tiba di Lombang-Lombang. Sedangkan Parimuku masih sempat membunuh serdadu
Marsose yang akhirnya beliaupun terbunuh oleh serdadu Marsose tersebut. Pattana
Bone pada akhirnya diketahui diasingkan ke Pulau Jawa selama 15 tahun. Yang
masih misterius keberadaannya ialah Pattolo' Lipu karena ternyata beliau tidak
gugur dalam pertempuran itu, namun kabarnya ia ditangkap Belanda sesudah
jatuhnya Benteng Kayu Mangiwang.
Delapan
belas tahun kemudian, yakni dalam tahun 1925, datanglah sebuah kapal besar
Belanda berlabuh di Budong-Budong dengan Kapten Kapalnya dikenal bernama Tuan
Busman. Tuan Busman ini aneh dan misterius sekali karena disamping mengetahui
semua nama-nama orang Budong-Budong sampai Mamuju, juga sangat fasih bahasa
Mamuju.
Mula-mula
Tuan Busman pergi menemui semua bekas-bekas pejuang Kayu Mangiwang. Kemudian
beliau pergi ke rumah Pattolo' Lipu dan menyuruh memanggil ketiga isteri
Pattolo' Lipu. Dalam pertemuan dengan ketiga isteri Pattolo' Lipu tersebut,
mereka sangat ragu dan menduga keras bahwa sebenarnya Tuan Busman itu adalah
Pattolo' Lipu sendiri karena terbukti tidak ada satupun keluarga Pattolo' Lipu
yang luput dari pertanyaan dan pencariannya. Pada akhirnya beliau mengadakan
persetujuan dengan keluarganya, bahwa tiga bulan kemudian dia akan pensiun dan
akan datang di Makassar mendirikan rumah dan harap keluarganya datang menemui
beliau ke Makassar. Tiga bulan kemudian keluarganya datang di Makassar untuk
menunggu kedatangannya dan tidak berapa lama datanglah berita dari Nederland
bahwa Tuan Busman meninggal dunia di sana.
(Kredibilitas
Sumber : Buku SEJARAH PERJUANGAN KEMERDEKAAN BANGSA DI MANDAR, oleh DRS. A.M.
MANDRA, Penerbit PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAJENE, tahun 2002, halaman 38 s/d
42)