![]() |
Foto Ilustrasi |
Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang menekankan
peran kapital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk
barang-barang yang digunakan dalam produksi barang lainnya (Bagus, 1996).
Ebenstein (1990) menyebut kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh,
lebih dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan kapitalismesebagai
bagian dari gerakan individualisme. Sedangkan Hayek (1978) memandang kapitalisme sebagai perwujudan liberalisme dalam ekonomi.
Menurut Ayn Rand (1970), kapitalisme adalah “a social system based on the recognition of individual rights, including property rights, in which all property is privately owned”. (Suatu sistem sosial yang berbasiskan pada pengakuan atas hak-hak individu, termasuk hak milik di mana semua pemilikan adalah milik privat).
Heilbroner (1991) secara dinamis menyebut kapitalisme sebagai formasi sosial yang memiliki hakekat tertentu dan logika yang historis-unik. Logika formasi sosial yang dimaksud mengacu pada gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan dalam proses-proses kehidupan dan konfigurasi-konfigurasi kelembagaan dari suatu masyarakat. Istilah “formasi sosial” yang diperkenalkan oleh Karl Marx ini juga dipakai oleh Jurgen Habermas. Dalam Legitimation Crisis (1988), Habermas menyebut kapitalisme sebagai salah satu empat formasi sosial (primitif, tradisional, kapitalisme, post-kapitalisme).
Sejarah Perkembangan Kapitalisme
![]() |
Keterangan : Ilustrsi Foto |
Sistem kapitalisme, menurut Ebenstein (1990), mulai berkembang di Inggris pada abad 18 M dan kemudian menyebar luas ke kawasan Eropa Barat laut dan Amerika Utara. Risalah terkenal Adam Smith, yaitu The Wealth of Nations (1776), diakui sebagai tonggak utama kapitalisme klasik yang mengekspresikan gagasan “laissez faire”1) dalam ekonomi. Bertentangan sekali dengan merkantilisme yaitu adanya intervensi pemerintah dalam urusan negara. Smith berpendapat bahwa jalan yang terbaik untuk memperoleh kemakmuran adalah dengan membiarkan individu-individu mengejar kepentingan-kepentingan mereka sendiri tanpa keterlibatan perusahaan-perusahaan negara (Robert Lerner, 1988).
Awal abad 20 kapitalisme harus menghadapi berbagai tekanan dan ketegangan yang tidak diperkirakan sebelumnya. Munculnya kerajaan-kerajaan industri yang cenderung menjadi birokratis uniform dan terjadinya konsentrasinya pemilikan saham oleh segelintir individu kapitalis memaksa pemerintah (Barat) mengintervensi mekanisme pasar melalui kebijakan-kebijakan seperti undang-undang anti-monopoli, sistem perpajakan, dan jaminan kesejahteraan. Fenomena intervensi negara terhadap sistem pasar dan meningkatnya tanggungjawab pemerintah dalam masalah kesejahteraan sosial dan ekonomi merupakan indikasi terjadinya transformasi kapitalisme. Transformasi ini, menurut Ebenstein, dilakukan agar kapitalisme dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan ekonomi dan sosial. Lahirlah konsep negara kemakmuran (welfare state) yang oleh Ebenstein disebut sebagai “perekonomian campuran” (mixed economy) yang mengkombinasikan inisiatif dan milik swasta dengan tanggungjawab negara untuk kemakmuran sosial.
Habermas
memandang transformasi itu sebagai peralihan dari kapitalisme liberal kepada
kapitalisme lanjut (late capitalism. Organized capitalism, advanced
capitalism). Dalam Legitimation Crisis (1988), Habermas menyebutkan bahwa state
regulated capitalism (nama lain kapitalisme lanjut) mengacu kepada dua
fenomena:
(a)
terjadinya proses konsentrasi ekonomi seperti korporasi-korporasi nasional dan internasional yang menciptakan struktur pasar oligopolistik, dan (b) intervensi
negara dalam pasar. Untuk melegitimasi intervensi negara yang secara esensial
kontradiktif dengan kapitalisme liberal, maka menurut Habermas, dilakukan
repolitisasi massa, sebagai kebalikan dari depolitisasi massa dalam masyarakat
kapitalis liberal. Upaya ini terwujud dalam sistem demokrasi formal.
m rnWu tidak tampak. Pilihan ini memang terlihat amat subjektif, meskipun sebetulnya tidak bisa pembaca memaknainya secara serampangan tanpa ada unsur pembenar di bagian lain dari teks. Konteksnyalah yang akan menentukan apakah pilihan si pembaca itu benar atau salah.
Saat menganalisis, tokoh bisa dilihat dari dua sudut pandang: tokoh sebagai individu dan tokoh sebagai anggota masyarakat. Tokoh dalam karya sastra tradisional memilii fungsi mimesis yang menggambarkan manusia yang sebenarnya. Dalam aspek referensialnya, tokoh mempunyai nama, ciri-ciri fisik dan mental, serta hidup dalam suatu lingkungan tertentu. Tokoh sebagai anggota masyarakat mengharuskan pembaca memperhatikan masalah kultural dan sosiohistoris yang terdapat dalam teks. Yang dapat dianggap sebagai fakta kultural dan sosiohistoris adalah peristiwa atau fenemona yang berkaitan dengan kolektivitas atau individu yang mewakili kolektivitas. Ini memang tidak mudah, karena menguak fakta kultural dan sosiohistoris, menurut Zaimar (2008: 34) akan menghadapi beberapa kesulitan, seperti sifat ganda dalam hubungan antara masyarakat dan teks, bahasa yang digunakan berkaitan dengan keadaan tertentu suatu masyarakat, dan ideologi yang melatari penggambaran tentang suatu masyarakat.
m rnWu tidak tampak. Pilihan ini memang terlihat amat subjektif, meskipun sebetulnya tidak bisa pembaca memaknainya secara serampangan tanpa ada unsur pembenar di bagian lain dari teks. Konteksnyalah yang akan menentukan apakah pilihan si pembaca itu benar atau salah.
Saat menganalisis, tokoh bisa dilihat dari dua sudut pandang: tokoh sebagai individu dan tokoh sebagai anggota masyarakat. Tokoh dalam karya sastra tradisional memilii fungsi mimesis yang menggambarkan manusia yang sebenarnya. Dalam aspek referensialnya, tokoh mempunyai nama, ciri-ciri fisik dan mental, serta hidup dalam suatu lingkungan tertentu. Tokoh sebagai anggota masyarakat mengharuskan pembaca memperhatikan masalah kultural dan sosiohistoris yang terdapat dalam teks. Yang dapat dianggap sebagai fakta kultural dan sosiohistoris adalah peristiwa atau fenemona yang berkaitan dengan kolektivitas atau individu yang mewakili kolektivitas. Ini memang tidak mudah, karena menguak fakta kultural dan sosiohistoris, menurut Zaimar (2008: 34) akan menghadapi beberapa kesulitan, seperti sifat ganda dalam hubungan antara masyarakat dan teks, bahasa yang digunakan berkaitan dengan keadaan tertentu suatu masyarakat, dan ideologi yang melatari penggambaran tentang suatu masyarakat.
Sejarah Sistem Kapitalisme
![]() |
Ilustrasi Foto |
Kedua,
sistem perbudakan (slavery). Sistem ini tercipta dari hubungan produksi antara orang-orang
yang menguasai alat-alat produksi dengan orang-orang yang hanya memiliki tenaga
kerja. Dari pola produksi ini menyebabkan berlipat gandanya keuntungan pemilik
alat produksi. Pada tahap ini masyarakat mulai terdikotomi menjadi kelas-kelas,
yakni kelas pemilik alat produksi dan budak yang menjual tenaganya. Upah yang diterima
hanya sampai pada batas untuk mempertahankan hidup. Ketiga sistem feodalisme.
Jika dalam sistem sebelumnya tingkat kesejahteraan kelas buruh sangat tragis,
maka dalam sistem feodalisme nasib buruh sedikit ada peningkatan. Hal tersebut
ditandai oleh pembebasan dari status budak dan komposisi upah yang diterima
lebih layak Keempat sistem kapitalisme. Menurut Karl Marx, sistem kapitalisme ditandai
oleh upaya untuk meningkatkan keuntungan atau akumulasi kapital yang tinggi. Di
samping itu, karakteristik menonjol dari sistem ini adalah kebebasan individu
yang didasarkan pada hak milik atas alat-alat produksi. Kelima sistem
sosialisme. Menurut Karl Marx, sosialisme merupakan tahapan transisional dari sistem
sebelumnya, kapitalisme menuju sistem komunisme. yang dipahami oleh Karl Marx
sebagai sistem terakhir dari hasil evolusi sejarah. Pada masyarakat ini tidak
ada hak milik, kelas dan pembagian kerja. Semuanya dikelola secara kolektif (bersama).
Di sisi lain, kemunculan sistem kapitalisme juga merupakan respon atas perdebatan klasik antara kaum merkantilisme dan kaum fisiokrat tentang upaya meningkatkan kekayaan negara. Menurut kaum merkantilisme, kekayaan negara akan meningkat jika negara menjual (mengekspor) lebih banyak dari pada membeli (mengimpor), serta banyak-banyak mendatangkan logam mulia berupa emas dan perak ke dalam negeri. Di samping itu bagi kaum merkantilsme, sistem perekonomian yang terbaik adalah suatu sistem perekonomian di mana negara harus melakukan campur tangan seluas-luasnya terhadap dunia usaha dan perdagangan luar negeri. Paham merkantilisme banyak dianut oleh negara-negara Eropa pada abad ke-XVI seperti Portugis, Spanyol, Inggris, Prancis, dan Belanda. Negara-negara tersebut tidak hanya berdagang dengan sesama negara Eropa, namun juga dengan negara di luar Eropa yang salah satunya adalah Hindia Belanda (Indonesia).
Tokoh terkenal dari
kaum merkantilsme salah satunya adalah Thomas Mun. Berbeda dengan kaum merkantilisme, kaum fisiokrat
berpendapat bahwa kekayaan negara bisa meningkat jika negara mengembangkan
basis perekonomiannya pada pertanian. Kaum fisiokrat beranggapan bahwa hanya dari
alamlah sumber kekayaan negara bisa meningkat. Salah satu tokoh fisiokrat yang
paling menonjol pemikiran ekonominya adalah Francois Quesnay. Di antara pokok
pikiran yang dalam perkembangannya menjadi dasar liberalisme adalah kebebasan
ekonomi, yakni bebas dari segala macam kontrol akan mengakibatkan terciptanya
masyarakat yang makmur dan teratur. Quesney berpendapat bahwa pengendalian atas
perdagangan luar negeri sebagaimana pandangan kaum merkantilisme, justru akan
menghambat perkembangan ekonomi. Di samping itu, pajak haruslah ditanggung seluruhnya oleh para pemilik tanah. Kolaborasi dari dua pemikiran di atas yakni
pemikiran merkantilisme dan fisiokrat pada akhirnya membawa Adam Smith pada
puncak kejayaan sebagai ekonom yang didaulat meletakkan fondasi ilmu ekonomi
modern. Namun demikian perlu dicatat bahwa pemikiran genius Adam Smith tidak
bisa dipungkiri kontribusi tokoh-tokoh merkatilisme seperti Thomas Mun dan fisiokrat
Quesney dalam membangun pemikiranya adalah teramat besar. Dalam salah satu
pendapat teori invisible hand yang dikemukakan Adam Smith ternyata juga
terispirasi dari pemikiran Quesney.
Konsepsi Peran Negara Di Bidang Ekonomi
Secara teoritis, peran negara di bidang ekonomi menurut sistem kapitalisme tidak bisa dipisahkan dari konsepsi laissez faire yang dikampanyekan oleh Adam Smith pada abad 17-an. Doktrin yang secara utuh berbunyi Laissez faire, Laissez Passer secara harfiah dapat diterjemahkan dengan ”biarkan semuanya berjalan sendiri, biarkan barang-barang lewat” pertama kali dimunculkan oleh Anne Jacques Turgot yang merupakan kaum fisiokrat dari Prancis. Banyak sejarawan mengklaim, bahwa Turgot merupakan sumber pemikiran Adam Smith yang sekaligus menginspirasinya dalam penulisan karya monumental The Wealth Of Natians (WN).
1. Pemikiran tokoh kapitalisme
Dua tokoh kapitalisme yang dipakai dalam penelitian ini adalah Adam Smith dan Paul A. Samuelson. Adam Smith merupakan fundhing father dari sistem kapitalisme, sedangkan Samuelson merupakan ekonom modern dalam barisan kynesian yang sangat mashur di Amerika. Dua tokoh tersebut merupakan representasi utama konsepsi ekonomi kapitalisme, yang dibuktikan dengan banyaknya ekonom dewasa ini yang berpijak pada pemikiran kedua tokoh tersebut. Atas dasar itulah dua tokoh tersebut dibidik untuk menggambarkan bagaimana konsepsi kapitalisme tentang peran negara di bidang ekonomi.
Adam Smith (1723-1790 M)
Dua tokoh kapitalisme yang dipakai dalam penelitian ini adalah Adam Smith dan Paul A. Samuelson. Adam Smith merupakan fundhing father dari sistem kapitalisme, sedangkan Samuelson merupakan ekonom modern dalam barisan kynesian yang sangat mashur di Amerika. Dua tokoh tersebut merupakan representasi utama konsepsi ekonomi kapitalisme, yang dibuktikan dengan banyaknya ekonom dewasa ini yang berpijak pada pemikiran kedua tokoh tersebut. Atas dasar itulah dua tokoh tersebut dibidik untuk menggambarkan bagaimana konsepsi kapitalisme tentang peran negara di bidang ekonomi.
Adam Smith (1723-1790 M)
Foto : Adam Smith (Sumber : Capitalismmagazine) |
Hakekat sistem pasar bebas
Menurut Adam Smith sebagaimana dikutip oleh Sony Keraf, bahawa pasar bebas merupakan sistem sosial masyarakat modern yang menjamin terealisasinya kebebasan kodrati dan keadilan. Pandangan demikian itu, merupakan penerapan langsung hukum kodrat dalam tatanan kosmis yang berjalan secara harmonis. Oleh karena itu, pasar bebas akan berjalan harmonis seperti tatanan kosmis manakala setiap pelaku ekonomi dibiarkan bebas dalam mengejar kepentingan ekonominya.
Bagi Adam Smith, kebebasan merupakan aspek fundamental keadilan. Sebagai salah satu aspek keadilan, maka kebebasan yang dikehendaki oleh Adam Smith adalah kebebasan yang dibatasi oleh keadilan. Dengan kata lain, setiap orang bebas melakukan apapun yang dikehendaki dalam ranah ekonomi, namun kebebasan tersebut harus memperhatikan prinsip-prinsip keadilan, yang dalam istilah Adam Smith dikatakan sebagai prinsip no harm atau larangan untuk merugikan orang lain.
Dari logika di atas, maka wajar manakala Adam Smith sangat menentang tindakan monopoli dalam sistem pasar bebas. Bagi Adam Smith tindakan monopoli merupak faktor utama yang dapat menghambat kelangsungan sistem pasar bebas. Oleh karena itu pemerintah harus campur tangan ketika terjadi tindakan monopoli dalam pasar bebas. Tindakan intervensi pemerintah tersebut dibenarkan sebab dalam rangka untuk menegakkan keadilan akibat munculnya tidakan monopoli yang merugikan pihak lain.
Dari hal ini, maka bisa dikatakan bahwa dalam pemikiran Adam Smith pemerintah adalah wasit yang harus menjaga kelangsungan pasar bebas yang senantiasa harus bertindak adil dan berdiri di atas semua kepentingan masyarakat.
Ketidak sepakatan Adam Smith terhadap tindakan monopoli dalan pasar bebas selain menghambat keberlangsungan pasar bebas yang didasarkan pada sistem kompetitif murni yang fair, juga terdapat efek negatif lain dari tindakan monopoli. Efek negatif tersebut antara lain, pertama monopoli mengakibatkan harga yang tinggi bagi konsumen dan membuat keadaan konsumen lebih buruk. Kedua monopoli merupakan musuh besar dari menejemen yang baik, sebab dengan kompetisi yang fair, maka para pengusaha dan meneger akan berfikir dan meningkatkan kreatifitas dalam meningkatkan efisiensi kegiatan bisnis. Ketiga monopoli mengakibatkan lahirnya regulasi perundang-undangan yang tidak adil dalam pasar. Keempat monopoli akan mengakibatkan misalokasi sumber daya, sebab aktifitas produksi yang besar bukan atas dasar adanya kebutuhan atas
barang tersebut, melainkan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dengan harga yang tinggi.
2. Mekanisme Invisible Hand
Dalam The Wealth of Nations, Adam Smith menolak pandangan kaum fisiokrat tentang pentingnya lahan dalam mengembangkan kesejahteraan bagi masyarakat yang mengabaikan sistem perburuhan dan pembagian kerja. Menurut Adam Smith, buruh merupakan proritas tinggi dan pembagian buruh ke dalam beberapa unit kerja, akan berakibat pada kenaikan yang signifikan terhadap hasil produksi. Smith memakai contoh proses pembuatan jepitan. Satu pekerja bisa membuat dua puluh pin sehari. Tapi jika sepuluh orang di bagi menjadi delapan belas langkah yang diperlukan membuat sebuah jepitan, mereka bisa membuat 48.000 jepitan dalam sehari. Selain itu, Adam Smith juga menolak pandangan kaum merkantilisme yang menyatakan bahwa kesejahteraan bagi masyarakat akan terwujud hanya dengan jalan perdagangan ekspor impor logam mulia (Emas dan Perak). Dengan kata lain, semakin besar cadangan logam mulia yang dimiliki oleh suatu negara, maka semakin makmur pula kehidupan masyarakat negara tersebut. Pergulatan Adam Smith dengan sistem dominan saat itu, pada akhirnya membawanya pada perenungan yang melahirkan teori Invisible Hand (Tangan Gaib) yang merupakan salah satu substansi pokok dalam WN. Teori ini berangkat dari analisa sistem sebelumnnya di mana negara cenderung proteksionis terhadap individu-individu dalam mengembangkan modalnya. Dalam teori tersebut dinyatakan:
Setiap individu berusaha untuk menggunakan modalnya sehingga diperoleh hasil yang setinggi-tingginya. Dia sebenarnya tidak bermaksud untuk menunjang kepentingan umum dengan perbuatannya itu, dan pula ia tidak tahu sampai seberapa jauhkah untuk kepentingannya itu. Ia berbuat itu hanyalah untuk kepentingannya sendiri, hanya untuk keuntungan sendiri. Dan dalam hal ini ia dibimbing “tangan gaib” untuk mencapai sesuatu yang menjadi tujuan utamanya. Dengan mengejar kepentingan pribadi itu, ia akan mendorong kemajuan masyarakat dengan dorongan yang sering kali bahkan lebih efektif dari pada kalau ia sengaja melakukannya. Melalui teorinya tersebut, Adam Smith mendorong negara pada saat itu untuk memberikan kebebabasan individu dalam mengembangkan modal yang dimilikinya baik pada wilayah lokal maupun tansnasoinal. Adam Smith begitu yakin, bahwa kesejahteraan akan lahir manakala kebebasan individu itu terealisasikan. Kondisi demikian, bagi Adam Smith tidak tercipta dalam sistem merkantilisme dan fisiokrat yang cenderung proteksionis dan intervisionis terhadap individu-individu.Teori Invisible Hand ini, dalam perkembangannya menjadi kerangka dasar atas terciptanya mekanisme sistem pasar bebas. Negara dalam prespektif Adam Smith tidak diperkenankan masuk terlalu jauh dalam interaksi ekonomi
3. Peran pemerintah di bidang ekonomi
Secara khusus dalam bidang ekonomi, pemerintah dilarang ikut campur tangan tanpa adanya alasan yang dibenarkan, sebab dengan masuknya pemerintah dalam kepentingan ekonomi setiap individu tanpa adanya alasan yang tepat, negara di anggap melanggar kebebasan dan telah bertindak tidak adil. Menurut pandangan Adam Smith, setiap manusia mempunyai hak atas kebebasan yang diperolehnya sebagai manusia dan tidak seorang pun termasuk negara untuk merampasnya kecuali dengan alasan yang sah, seperti alasan demi menegakkan keadilan. Peran negara di sini hanya berkaitan dengan hal-hal tertentu yang meliputi pertahanan keamanan, penegakan keadilan, menyediakan dan memelihara sarana serta lembaga-lembaga publik tertentu. Peran negara tersebut dalam istilah Adam Smith dikatakan sebagi no intervetion atau Peran Minimal Negara.Tiga peran negara tersebut merupakan peran fundamental yang digagas oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth Of Nation. Menurut dia, dengan peranan terbatas optimalisasi kesejahteraan individu pada lingkungan mikro dan negara pada lingkungan makro akan dapat tercapai. (Sumber :Aplikasi Android tentang Sejarah)
Secara khusus dalam bidang ekonomi, pemerintah dilarang ikut campur tangan tanpa adanya alasan yang dibenarkan, sebab dengan masuknya pemerintah dalam kepentingan ekonomi setiap individu tanpa adanya alasan yang tepat, negara di anggap melanggar kebebasan dan telah bertindak tidak adil. Menurut pandangan Adam Smith, setiap manusia mempunyai hak atas kebebasan yang diperolehnya sebagai manusia dan tidak seorang pun termasuk negara untuk merampasnya kecuali dengan alasan yang sah, seperti alasan demi menegakkan keadilan. Peran negara di sini hanya berkaitan dengan hal-hal tertentu yang meliputi pertahanan keamanan, penegakan keadilan, menyediakan dan memelihara sarana serta lembaga-lembaga publik tertentu. Peran negara tersebut dalam istilah Adam Smith dikatakan sebagi no intervetion atau Peran Minimal Negara.Tiga peran negara tersebut merupakan peran fundamental yang digagas oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth Of Nation. Menurut dia, dengan peranan terbatas optimalisasi kesejahteraan individu pada lingkungan mikro dan negara pada lingkungan makro akan dapat tercapai. (Sumber :Aplikasi Android tentang Sejarah)